Jawa, dari Raja Mataram hingga SBY


Tentu kita bertanya-tanya pada benak kita, mengapa presiden Indonesia selalu saja orang Jawa. Dari mulai soekarno hingga SBY semuanya orang Jawa, terkecuali Habibie. Ia pun menjadi presiden bukan karena kewibawaan dan kekuatan politiknya, melainkan karena menjadi korban politik orde baru. Habibie lantas ditolak menjadi Presiden oleh DPR. Setelahnya, maka ada Abdurahman Wahid, Kiai NU, yang sangat kental dengan budaya Jawa, lalu ada Megawati dan sekarang SBY. Mereka adalah orang Jawa.

Dikotomi Jawa dan non Jawa sebenarnya dapat dengan mudah ditelusuri akar historisnya. Dengan melihat sejarah maka kita akan mengerti mengapa ada dikotomi Jawa dan luar Jawa. Disamping itu kita pun akan mengerti mengapa Jawa sangat dominan dalam segala hal. Peradaban sejarah masyarakat Indonesia memang ditemukan pertamakali di Kalimantan yaitu tentang adanya Kerajaan Kutai yang menganut agama Hindu baru kemudian disusul oleh Kerajaan Tarumanegara. Pada abad 8 telah ada Kerajaan Sriwijaya di Sumater, kerajaan yang menjadi kebanggan kita karena mampu memperluas jaringan dengan Cina dan India. Setelah itu munculah Mataram Kuno dengan melandaskan agamanya pada agama Hindu-Budha. Dari sinilah dominasi Jawa dalam segalah hal dimulai. Pada abad 9, kerajaan ini mampu membangun candi borobudur yang sangat megah bukan main. Tentu kita harus berpikir secara kritis, bagaimana orang Jawa pedalaman tersebut mampu membangun candi yang begitu indah? mengapa? para sejarawan tampaknya mengkaitkannya dengan kondisi Jawa yang kaya akan beras sehingga perut rakyat selalu kenyang sehingga mereka kuat dalam membangun candi megah itu. Namun apakah hanya cukup dengan perut kenyang? saya rasa tidak, mungkin para sejarwan dan arkeolog harus meneliti IQ para raja Jawa dan para pembesarnya. Untuk membangun candi semegah itu pada jamannya tentu memerlukan kecerdasan yang luar biasa.

Setelah Mataram runtuh, sejarah mencatat tentang kerajaan besar yaitu Majapahit. Belum dapat dipastikan dimana pusat majapahit, namun pastinya majapahit berada di Jawa. kerajaan ini meluaskan pengaruhnya hingga seluas nusantara sekarang seperti yang tertuang dalam kitab negarakertagama karangan Prapanca. Patih gajah Mada menjadi seorang yang begitu ambisius dalam memperluas kekuasaan politiknya. Keruntuhan majapahit tentu membuat pulau Jawa ini diisi oleh kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, namun kerajaan ini tidak berfokus pada ambisi politik seperti Gajah Mada. Dimulainya jaman niaga 1450-1680 (menurut Anthony Reid), memunculkan kerajaan-kerajaan luar Jawa yang berfokus pada perdagangan. Kerajaan-kerajaan luar Jawa seperti Aceh, Makassar dan Malaka lebih menitikberatkan pada ekonomi perdagangan, sedangkan kekuatan politik mereka tak sekuat Majapahit.

VOC (kongsi dagang Belanda) pada tahun 1619 mendirikan kota Batavia dengan menghancurkan kekuatan pangeran Jayakarta. Ia menilai bahwa letak Batavia (Jakarta sekarang) sangat strategis. Pulau jawa pun akhirnya menjadi pusat administrasi dari VOC yang memerintah hingga 1799 yang kemudian digantikan oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Kehadiran Mataram Islam di Jawa berusaha menentang kehadiran VOC. Sultan Agung, raja terbesarnya, memiliki ambisi politik luar biasa yaitu menguasai seluruh Jawa, namun kekuatannya mampu dihadang oleh VOC. Pada abad 19, Jawa pun dijadikan pusat eksploitasi ekonomi oleh pemerintahan kolonial dimana tanam paksa diterapkan. Rakyat dipaksa menanam komoditi yang laku di pasaran dunia yaitu kopi dan gula, daerah Priangan dijadikan tempat uji coba menanam kopi.

Jawa pun pada abad 20 memunculkan banyak kaum elit modern seperti Wahidin, Cipto Mangunkusumo, Suwardi Sutyaningrat, Cokroaminoto dan lain-lain. Orang luar Jawa pun banyak yang turut serta membantu pergerakan nasional seperti Muhammad Hatta, Muhammad Natsir, dan Agus Salim. Meskipun mereka berasal dari luar Jawa, namun mereka tak dapat menafikan bahwa untuk berjuang menentang kolonialisme mereka harus pergi ke Jawa dimana disanalah terjadi pergerakan paling dinamis baik secara sosial maupun politik. Organisasi-organisasi kedaerahan pun mau tak mau harus terintegrasi dengan organisasi di Jawa agar mereka mampu memperjuangkan kemerdekaan. Pada tahun 1942, Jepang pun berhasil merebut kekuasaan dari tangan Belanda, dan menyatakan sebagai penguasa Indonesia ketika mereka sudah merebut Jawa dan menandatangani penyerahan kekuasaan dari Belanda di Kalijati.

Kerumitan dalam sejarah Jawa tidak hanya berhenti sampai disitu. Ketika Indonesia merdeka pun dilakukan di Jawa dan Yogyakarta, pusat budaya Jawa, pernh menjadi ibukota Indonesia ketika wilayah Indonesia hanya seluas Jawa dan Sumatera atas kesepakatan perundingan Linggarjati.

Kiranya cukup sampai disitu pemaparan historis mengapa Jawa begitu penting bagi Indonesia. Dikotomi Jawa dan luar Jawa tidak terbentuk dengan cepat, namun semua itu didasarkan pada aspek historis. Hal tersebut seharusnya menjadi koreksi bagi kita semua yaitu bagi masyarakat dan pemerintah. Pemerintahan di jawa pun seudah seharusnya memberikan pemerataan pembangunan jangan hanya terpusat di Jawa karena Jawa sudah terlalu lelah untuk menjadi bagian dalam sejarah panjang, saatnya pemerataan pembangunan di luar Jawa pun dilakukan.