Sejarah Ahmadiyah Tidak Lepas dari Proyek Zionisme



Fatwa Liga Muslim Dunia mengaitkan Ahmadiyah dengan imprealisme dan Zionisme. Di Indonesia, fatwa ini semakin menemukan kebenarannya di saat para budak Zionis berjuang mati-matian agar Ahmadiyah tak dibubarkan. Konferensi Liga Muslim Dunia (Rabithah Al-Alam Al-Islami) yang berlangsung di Makkah Al-Mukarramah pada 6-10 April 1974 M/14-18 Rabiul Awwal 1394 H, yang dihadiri oleh 140 delegasi dari berbagai negara Muslim dan organisasi-organisasi Islam dunia, menjadi perhelatan penting sejak organisasi ini didirikan pada tahun 1962. Konferensi pada tahun 1974 itu begitu penting, karena dalam pertemuan itu Rabithah Al-Alam Al-Islami mengeluarkan fatwa tentang kekafiran Ahmadiyah dan menyerukan kepada seluruh dunia Islam untuk mewaspadai organisasi yang menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setalah Nabi Muhammad SAW ini.

Dalam fatwa yang dikeluarkannya, Rabithah Al-Alam Al-Islami menulis,

“Qadianiyah (Ahmadiyah, red) semula dibantu perkembangannya oleh imprealisme Inggris. Karena itu, Qadiani telah tumbuh subur di bawah bendera Inggris. Gerakan ini telah sepenuhnya berkhianat dan berbohong dalam berhubungan dengan umat Islam. Agaknya mereka setia kepada imprealisme dan Zionisme. Mereka telah begitu dalam menjalin kerjasama dengan kekuatan-kekuatan anti Islam dan menyebarkan ajaran khususnya metode-metode jahat berikut ini:

* 1. Membangun masjid dengan bantuan dari kekuatan anti Islam di mana pemikiran-pemikiran Qadiani yang menyesatkan ditanamkan ke masyarakat.

* 2. Membuka sekolah-sekolah, lembaga pendidikan dan panti asuhan di mana di dalamnya diajarkan dan dilatih untuk bagaimana agar mereka dapat lebih menjadi anti-Islam dalam setiap kegiatan-kegiatan mereka.

* 3. Menerbitkan versi Al-Qur’an yang merusak dalam berbagai macam bahasa lokal dan internasional.

Fatwa itu juga meminta kepada umat Islam untuk memposisikan Ahmadiyah sebagai golongan non-muslim yang telah keluar dari Islam, dan melarang keras bagi para anggota Ahmadiyah untuk pergi ke Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah. Selain itu, kepada umat Islam juga diserukan untuk tidak menjalin hubungan dengan Ahmadiyah, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Tidak melakukan pernikahan dengan mereka, serta tidak boleh menguburkan orang Ahmadiyah di pekuburan Muslim. Dengan tegas fatwa itu kemudian menyebutkan, ”Seluruh negara-negara Muslim di dunia harus mengadakan pelarangan keras terhadap aktivitas para pengikut Mirza Ghulam Ahmad dan harus menganggap mereka sebagai minoritas non-Muslim serta melarang mereka untuk duduk dalam jabatan yang sensitif di pemerintahan.”

Menarik dalam fatwa tersebut, para tokoh delegasi yang hadir dari berbagai dunia Islam sepakat untuk memuat pernyataan, “Gerakan ini telah sepenuhnya berkhianat dan berbohong dalam berhubungan dengan umat Islam. Agaknya mereka setia kepada imprealisme dan Zionisme. Mereka telah begitu dalam menjalin kerjasama dengan kekuatan-kekuatan anti Islam…”

Liga Muslim Dunia mengaitkan keberadaan Ahmadiyah dengan imprealisme dan Zionisme. Ahmadiyah adalah proyek imprealis Inggris untuk memecah belah umat Islam dengan menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai boneka peliharaan.Dalam buku “Freemasonry Yahudi Melanda Dunia Islam” peneliti Zionisme A.D El-Marzededeq, menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmadiyah adalah seorang Mason yang diangkat oleh penjajah Inggris untuk mendirikan Gerakan Kemahdian dan mendakwakan dirinya sebagai Al-Masih Al-Mau’ud (Messias yang Dijanjikan). Marzededeq menyatakan, “Baik Ahmadiyah Qadian maupun Lahore keduanya berkaitan erat dengan gerakan Freemason.”

Sementara Prof. Ahmad Syalabi, ahli perbandingan agama-agama, dalam bukunya yang sudah diterjemahkan berjudul “Agama Yahudi” menyatakan bahwa kelompok-kelompok rahasia Yahudi juga berada dalam organisasi seperti Ahmadiyah Qadiani. (hal.347). Inggris sebagai negara imprealis yang menjadikan Ahmadiyah sebagai organisasi bonekanya adalah pusat gerakan Freemason pada masa lalu, dimana Grand Lodge of England, tempat berkumpulnya para Yahudi, berdiri pertama kali. Loge Freemasonry itu melahirkan kader-kader Mason yang kemudian berusaha memecah belah agama, untuk kemudian menghapuskannya sama sekali dari muka bumi.

Indonesia meskipun menjadi anggota Liga Muslim Dunia, namun sampai saat ini belum memberikan keputusan tentang pembubaran Ahmadiyah. Meski fatwa tentang kesesatan Ahmadiyah sudah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1980 dan ditegaskan pada tahun 2005, namun sampai hari ini pemerintah belum mengeluarkan keputusan tentang pembubaran organisasi perusak akidah ini. Ketika kasus Ahmadiyah ramai, dan tuntutan pembubaran semakin kencang, negara-negara Eropa memberikan sinyal kuat kepada pemerintah SBY agar tidak coba-coba membubarkan Ahmadiyah.

Selain itu, LSM-LSM komprador yang selama ini bekerja dalam kucuran dollar dan majikan asing, seperti Jaringan Islam Liberal (JIL), The Wahid Institute, Ford Foundation, Liberal for All Foundation (LibforAll), dan lain-lain, melalui para pengasongnya berkoar-koar membela Ahmadiyah. Puncaknya, pada 1 Juni 2008, para jongos asing ini membentuk organisasi payung bernama Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Mereka mengadakan Apel Siaga di Lapangan Monas untuk melindungi Ahmadiyah dari tuntutan pembubaran.

Sebelum apel siaga, mereka menebar propaganda dengan memuat iklan di beberapa media nasional, dengan tajuk “Mari Selamatkan Indonesia Kita”. Untuk mengingat lebih jelas iklan provokatif tersebut, berikut kutipannya:

“…belakangan ini ada sekelompok orang yang hendak menghapuskan hak asasi itu dan mengancam ke-bhinekaan. Mereka juga menyebarkan kebencian dan ketakutan di masyarakat. Bahkan mereka menggunakan kekerasan, seperti yang terjadi terhadap penganut Ahmadiyah yang sejak 1925 hidup di Indonesia dan berdampingan damai dengan umat lain. Pada akhirnya mereka akan memaksakan rencana mereka untuk mengubah dasar negara Indonesia, Pancasila, mengabaikan konstitusi, dan menghancurkan sendi-sendi kebersamaan kita. Kami menyerukan, agar pemerintah, para wakil rakyat, dan para pemegang otoritas hukum, untuk tidak takut kepada tekanan yang membahayakan keindonesiaan itu.”

Iklan provokatif tersebut disetujui oleh 289 nama tokoh yang tertera, diantaranya Abdurrahman Wahid, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Amien Rais, Azyumardi Azra, Musdah Mulia, Rizal Mallarangeng, KH Mustofa Bishri, dan lain-lain. Siapa yang dimaksud dengan “mereka” dalam iklan tersebut? Tak perlu mengerutkan dahi dan mengerahkan intelijen hebat untuk menjawab pertanyaan itu. Tudingan itu jelas diarahkan kepada gerakan Islam yang sampai saat ini terus berupaya menegakkan syariat Islam dan membubarkan segala kelompok sesat yang menodai Islam.

Untuk membela Ahmadiyah, tak tanggung-tanggung, pentolan JIL, Ulil Abshar Abdalla, yang pernah menyatakan fatwa MUI konyol dan tolol, membuat tulisan berjudul “Doktrin-doktrin yang Kurang Perlu dalam Islam”. Ulil menyebut ada sebelas doktrin yang kurang perlu dalam Islam, diantaranya doktrin bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi akhir zaman. “Doktrin ini jelas “janggal” dan sama sekali menggelikan. Setiap agama, dengan caranya masing-masing, memandang dirinya sebagai “pamungkas”, dan nabi atau rasulnya sebagai pamungkas pula. Doktrin ini sama sekali kurang perlu. Apakah yang ditakutkan oleh umat Islam, jika setelah Nabi Muhammad ada nabi atau rasul lagi?” tulis Ulil.

Pria yang saat ini menjadi salah seorang ketua di Partai Demokrat kemudian menambahkan,”Mengaku bahwa agama yang paling benar adalah Islam jelas menyalahi etika tawadhu’ itu. Mengaku bahwa setelah Nabi Muhammad tidak ada nabi atau rasul lagi adalah berlawanan dengan etika tawadhu’,” begitu cerocos Ulil yang beberapa waktu lalu memberi masukan kepada SBY untuk membubarkan organisasi FPI.

Dari beberapa fakta di atas, makin jelaslah bahwa ada tangan-tangan asing, Zionis dan imprealis, yang berusaha agar Ahmadiyah tidak dibubarkan di Indonesia. Sebab, keberadaan Ahmadiyah di negeri dengan penduduk Muslim terbesar seperti Indonesia, menjadi nilai kebanggan tersendiri bagi para pengikut nabi palsu ini. Mereka akan semakin merasa menang, jika Indonesia, negeri yang dihuni mayoritas Muslim, tidak mampu membubarkan Ahmadiyah. Jika pemerintah SBY tak mampu atau tidak berani membubarkan Ahmadiyah, maka makin menguatkan dugaan banyak orang bahwa SBY adalah bagian dari kaki tangan asing.